KECEMASAN DALAM PEMBELAJARAN

 KECEMASAN DALAM PEMBELAJARAN 

Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku dimana perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang baik. Tetapi belajar juga dapat menyebabkan kecemasan bagi para siswa di sekolah hal ini dikarenakan terlalu banyak tuntutan dan juga keinginan dari orang tua maupun guru sehingga membuat pelajar menjadi merasa cemas dan khawatir tidak mampu untuk mewujudkan keinginan mereka. Menurut Siebme (1977) kecemasan dianggap sebagai salah satu faktor penghambat dalam belajar yang dapat mengganggu kinerja fungsi-fungsi kognitif seseorang, seperti dalam berkonsentrasi, mengingat, pembentukan konsep dan pemecahan masalah. 

Pada tingkat kronis dan akut, gejala kecemasan dapat berbentuk gangguan fisik (somatik), seperti: gangguan pada saluran pencernaan, sering buang air, sakit kepala, gangguan jantung, sesak di dada, gemetaran bahkan pingsan. Rasa cemas pada umumnya bisa datang kapan dan pada siapa saja , khususnya ketika kita mengalami hal yang tidak biasa. Tidak terkecuali pada pelajar, pelajar bisa merasa cemas saat pembelajaran. Hal ini dapat menggangu proses pembelajaran sehingga harus diperhatikan. 

Sebenarnya antara kecemasan dan ketakutan juga berbeda mengapa demikian? Penyebab dari mengapa kecemasan dan ketakutan itu berbeda karena kecemasan merupakan ketakutan yang memiliki objek yang tidak jelas, sementara ketakutan merupakan respon terhadap bahaya yang terjadi karena stimulus dari luar. Apa yang menjadi faktor penyebab kecemasan pada pelajar, bagaimana solusi dan gejala yang ditimbulkan hingga dapat menggangu pada pendidikannya?


Sebelum itu mari kita pahami apa itu kecemasan dan faktor yang menyebabkannya

Menurut Leonard’s (2008:11) Kecemasan adalah perasaan khawatir dan takut yang ditandai dengan perasaan tegang dan kekhawatiran berlebihan yang dialami siswa selama proses belajar mengajar berlangsung. Keadaan ini menyebabkan orang akan kehilangan penyesuaian.

Dapat di katakan juga kecemasan merupakan manifestasi emosi yang bercampur dan dialami individu sebagai suatu reaksi terhadap ancaman, tantangan, kekhawatiran yang mempengaruhi fisik dan psikis.

Kecemasan yang masih memiliki nilai positif bisa dikatakan sebagai motivasi namun, jika bersifat negatif justru akan merugikan dan dapat menggangu fisik dan psikis orang yang bersangkutan. Ada juga kecemasan yang dapat meningkatkan performa dikenal dengan kecemasan yang membantu (facilitating anxiety). Kecemasan yang masih normal dan dapat mendorong siswa untuk bergerak. Seperti membantu siswa untuk masuk kelas, belajar untuk ujian, dorongan untuk membaca buku, dan juga bisa mendorong siswa untuk mengerjakan tugas.

Selain kecemasan yang membantu ada juga kecemasan yang merugikan (debilitating anxiety) yaitu kecemasan yang menghambat performa efektif yang telah dilakukan oleh siswa. Kecemasan ini yang membuat siswa jarang mengerjakan tugas karena terlalu mengkhawatirkan suatu hal secara berlebihan. Sehingga hal ini menyebabkan tugas menumpuk pada siswa dan membuat pendidikannya terganggu karena tidak fokus dalam belajar.

Sedangkan menurut Freud (Calvin S. Hall, 1993) membagi kecemasan ke dalam tiga tipe:

1. Kecemasan realistik yaitu rasa takut terhadap ancaman atau bahaya-bahaya nyata yang ada di dunia luar atau lingkungannya.

2. Kecemasan neurotik adalah rasa takut jangan-jangan insting-insting (dorongan Id) akan lepas dari kendali dan menyebabkan dia berbuat sesuatu yang bisa membuatnya dihukum. Kecemasan neurotik bukanlah ketakutan terhadap insting-insting itu sendiri, melainkan ketakutan terhadap hukuman yang akan menimpanya jika suatu insting dilepaskan. Kecemasan neurotik berkembang berdasarkan pengalaman yang diperolehnya pada masa kanak-kanak, terkait dengan hukuman dan ancaman dari orang tua maupun orang lain yang mempunyai otoritas, jika dia melakukan perbuatan impulsif.

3. Kecemasan moral yaitu rasa takut terhadap suara hati (super ego). Orang-orang yang memiliki super ego yang baik cenderung merasa bersalah atau malu jika mereka berbuat atau berfikir sesuatu yang bertentangan dengan moral. Sama halnya dengan kecemasan neurotik, kecemasan moral juga berkembang berdasarkan pengalaman yang diperolehnya pada masa kanak-kanak, terkait dengan hukuman dan ancaman dari orang tua maupun orang lain yang mempunyai otoritas jika dia melakukan perbuatan yang melanggar norma.

Kecemasan yang terjadi pada siswa bermacam-macam bentuknya seperti, siswa merasa cemas ketika ia merasa mendapatka tugas yang sulit untuk dia kerjakan. Karena kekhawatiran terlalu berlebihan itu menyebabkan fokusnya terhadap pembelajaran terganggu. Sehingga ketika mendapatkan tugas-tugas yang sebenarnya mudah menjadi terasa sulit untuk diselesaikan. Selain itu situasi kelas yang tidak kondusif, tugas yang terlalu padat, dan juga sikap dan perilaku guru yang kurang bersahabat, telalu galak.

Atau pun karena sekolah yang terlalu disiplin sehingga lebih mengedepankan memberi hukuman juga dapat menjadi faktor kecemasan pada pelajar. Ada juga karena ketidak percayaan diri pelajar terhadap hasil yang telah dibuat. Akibatnya siswa merasa gagal dan prestasi siswa menjadi menurun. Tuntutan dari keluarga agar dapat meraih prestasi yang baik juga merupakan salah satu faktor kecemasan pada siswa. Adanya ketidak mampuan siswa dalam menyelesaikan beberapa permasalahan dalam proses belajar.

Kejenuhan saat belajar juga dapat menjadi faktor kecemasan belajar pada siswa, mereka bisa merasa jenuh karena banyak waktu yang mereka gunakan untuk belajar namun tidak mendapatkan hasil apapun. Sehingga mereka merasa bosan dan menganggap waktu mereka terbuang sia-sia hanya untuk belajar. Kelelahan dalam belajar dapat juga memicu kecemasan belajar misalnya saat pelajaran menghitung siswa merasa itu sulit dilakukan karena mereka sudah sampai batas kemampuan jasmaninya sehingga siswa tidak dapat melakukan proses pembelajarannya.


Selain faktor ada juga gejala dari siswa yang mengalami kecemasan belajar

Gejala-gejala Kecemasan Belajar Siswa yaitu suatu kondisi atau perasaan untuk memperkirakan sesuatu yang tidak menyenangkan akan terjadi dan akan muncul dalam bentuk atau aspek yang berbeda. Gejala ini dapat berupa gejala fisik maupun gejala psikis, gejala fisik dari kecemasan belajar adalah sering pusing, gemetar saat diberi tugas, berkeringat dingin, jantung berdetak cepat, merasa mual, gugup ketika diperintah untuk mengerjakan soal, merasa lemas, mudah marah atau tersinggung. Selain itu ada juga gejala psikis seperti takut menghadapi guru, takut bersaing dengan temannya, takut berbicara di depan kelas, tidak percaya diri, sulit konsentrasi, takut gagal dalam ujian, ragu dalam bertindak, tegang, bingung, dan perasaan tidak menentu. Selain dua gejala itu ada juga gejala behavioral seperti berdiam diri karena takut ditertawakan, berperilaku menghindar, tidak mau mengerjakan tugas akademik karena takut gagal, terguncang, melekat dan dependen.


Cara mengatasi kecemasan dalam belajar

Ada banyak sekali cara untuk mengatasi kecemasan pada pelajar, seperti:

1. Melakukan kegiatan selingan melalui bermain game, ice break tertentu hal itu dapat dilakukan ketika suasana di kelas tidak kondusif.

2. Melakukan pembelajaran di luar kelas ketika waktu tertentu hal ini dapat menciptakan suasana baru saat pembelajaran.

3. Guru harus menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan.

4. Selama kegiatan pembelajaran berlangsung guru dapat mengembangkan “sense of humor” dirinya maupun pada siswa.

5. Memberikan materi dan tugas-tugas akedimik yang tingkat kesulitannya moderat.

6. Menggunakan pendekatan humanistik dalam pengelolaan kelas, dimana siswa dapat mengembangkan pola hubungan yang akrab, ramah, toleran, penuh kecintaan dan penghargaan, baik dengan guru maupun dengan sesama siswa.

Dengan demikian, sebagai akhir dari pembahasan esai ini menyampaikan bahwa kecemasan pada pelajar itu penting untuk diperhatikan. Sebab kecemasan belajar akan mengganggu pada pendidikan seorang pelajar. Oleh karena itu, para guru juga harus membantu untuk mengatasi kecemasan belajar kepada pelajar dengan berupaya mendekatkan diri pada siswanya. Dengan begitu pelajar semakin terbuka pada guru dan mengembangkan proses pembelajaran dengan berkelompok. Serta memberi pelayanan konseling kepada siswa , dengan memberikan tugas secara kelompok dalam kelas untuk menciptakan pola hubungan yang akrab, saling menghargai dan solidaritas antar teman, memberikan perhatian penuh dan perlakuan secara seksama untuk mengatasi keterlambatan belajar pada siswa, mengupayakan pengelolaan kelas yang baik dengan menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan dan menggunakan metode pembelajaran yang bervariasi sehingga siswa dapat menjalani proses pembelajaran tanpa rasa tertekan dan membangun rasa percaya diri pada anak.




Daftar pustaka

Ormrod, Ellis Jeanne. 2008. “Psikologi Pendidikan Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang”. Penerbit Erlangga

Sudrajat, Akhmad. 2008. “Upaya Mencegah Kecemasan Siswa Di Sekolah”. Dalam website https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/07/01/upaya-mencegah-kecemasan-siswa-di-sekolah/ diakses pada 06 Februari 2023


Komentar